بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Setelah kemarin kita sama-sama berdiskusi tentang cara menghitung atau mengkuantifikasi calon jodoh berdasarkan hadist rasulullah disini, sekarang untuk tahapan berikutnya tentulah kita meminta dia yang sudah kita tentukan sebagai calon kita untuk menjadi pendamping kita. Memintanya juga ada caranya tersendiri, meminta anak orang untuk mendampingi hidup kita bukan semudah meminta orang menjadi teman ke mall. Untuk itu perlu bahasa yang santun dan sulit untuk di tolak. Hehehehe, untuk itu kita perlu bernegosiasi dengan calon kita tersebut.
Berbicara mengenai negosiasi atau diplomasi memang erat sekali kaitannya dengan dunia bisnis. Tapi jangan salah, hampir semua sisi kehidupan kita ini berkaitan juga dengan diplomasi atau negosiasi, hanya saja kita tanpa sadar sebetulnya sedang melakukannya. Contoh sederhananya adalah ketika kita sedang melakukan tawar menawar dalam jual beli, negosiasi jenis ini bersifat dua arah. Artinya. Ada juga diplomasi yang satu arah, yaitu kita bernegosiasi dengan diri sendiri. Loh ko bisa ? bisa, contohnya ketika kita dihadapkan dalam pilihan untuk memutuskan suatu berdasarkan keinginan atau kebutuhan kita. Keinginan cenderung didorong oleh hawa nafsu dan kebutuhan cenderung didorong oleh kondisi real. Pada posisi tersebut, sebetulnya kita juga sedang bernegosiasi dengan diri sendiri antara melawan hawa nafsu dan menggunakan akal sehat kita dalam menentukan pilihan. Kalau akal sehat kita yang lebih dominan, maka kita cenderung akan memilih kebutuhan dan kalau hawa nafsu kita yang dominan, akibatnya kita akan menuruti keinginan yang tak ada habisnya.
Pada tulisan kali ini, InsyaAllah akan sama-sama kita diskusikan cara derdiplomasi dengan bidadari. Nah, sebelum kita berdiskusi tentang cara berdiplomasi dengan bidadari, saya rasa ada baiknya kita sama-sama lihat beberapa praktik diplomasi yang ada dalam Al-Quran. Ini sangat penting untuk kita ketahui, karena Allah menurunkan Al-Quran dengan gaya bahasa yang begitu indah dan diplomatis, kata-kata dalam Al-Quran adalah bahasa tingkat tertinggi dalam konteks diplomasi atau negosiasi. Sebenarnya banyak sekali ayat yang menggambarkan praktik diplomasi ini. Mulai dari diplomasi antara manusia dengan Allah, manusia dengan penguasa dan manusia dengan orang tua. Saya akan ambil beberapa contoh saja dalam Al-Quran yang saya anggap ayat tersebut adalah ayat yang paling mudah kita pahami dan kita kenali kisahnya sehingga kita lebih mudah memahaminya.
Contoh pertama diplomasi tingkat tinggi adalah ketika Nabi Isa ‘Alaihissalam ditanya oleh Allah dengan sebuah pertanyaan mengenai kaumnya (Bani Israil) yang berlebihan mengkultuskannya sebagai Tuhan atau anak tuhan yang Allah abadikan dalam firman-Nya berikut ini:
“dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?".
Kemudian masih dalam surat dan ayat yang sama, Nabi Isa ‘Alaihissalam menjawab:
Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” (QS. Al-Maidah [5] : 116)
Pada ayat ini jawaban Nabi Isa ‘Alaihissalam terlihat sangat diplomatis dan tenang. Bahkan di ayat berikutnya, Nabi Isa ‘Alaihissalam memberikan jawaban lebih jauh tentang pertanyaan Allah tersebut dengan mengatakan seperti ini:
“aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (untuk mengatakannya) Yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah [5] : 117)
Jawaban Nabi Isa ‘Alaihissalam lebih diplomatis lagi disini dari jawaban di ayat sebelumnya. Nabi Isa ‘Alaihissalam yang dikultuskan oleh mereka (Bani Israil dan umat nasrani) sebagai anak tuhan dengan kerendahan hatiannya memberikan penjelasannya sendiri mengenai statusnya dan risalah yang ditugaskannya untuk men-tauhid-kan Allah yang tidak ada tuhan selain Dia yang tidak beranak dan diperanakkan. Nabi Isa ‘Alaihissalam yang hanya manusia biasa setelah berargumentasi kemudian mengembalikan lagi urusannya kepada Allah Yang Maha Menyaksikan. Seakan-akan Nabi Isa ‘Alaihissalam ingin mengatakan bahwa “Ya Allah tanpa Kau Tanya kepadaku pun, sesungguhnya Engkau sudah mengetahui kejadian yang sebenarnya telah terjadi dan yang akan terjadi” ini terlihat dari ayat 116 dan 117 diatas.
Kemudian setelah Nabi Isa ‘Alaihissalam menangkap adanya indikasi kemurkaan Allah akan kelakuan kaumnya yang mengkultuskannya secara berlebihandan menyembahnya sebagai anak tuhan, Nabi Isa ‘Alaihissalam didorong kecintaan yang mendalam kepada kaumnya yang walaupun telah begitu zholim kepada Allah dan kepada dirinya sendiri Nabi Isa ‘Alaihissalam segera memohonkan ampunan bagi kaumnya. Dan lagi-lagi permohonan tersebut dipanjatkan dengan bahasa diplomasi tingkat tinggi yang Allah abadikan dalam ayat berikut:
“jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah [5] : 118)
Nabi Isa ‘Alaihissalam yang menyadari kemurkaan Allah terhadap kelakuan kaumnya pasrah menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah. Allah yang paling berhak mengambil tindakan terhadap kaumnya yang amat zholim tersebut. Allah berhak menyiksa mereka karena mereka adalah hamba Allah, Allah berkuasa penuh atas mereka. Tetapi coba perhatikan penutup ayat tersebut, Nabi Isa ‘Alaihissalam memuji Allah dengan 2 sifat-Nya (Maha Perkasa dan maha Bijaksana) dan memberikan kode agar Allah bersedia mengampuni mereka kaumnya. Diplomatis sekali bukan cara Nabi Isa memberikan penjelasan kepada Allah mengenai kelakuan kaumnya yang pada akhirnya kemudian beliau memohonkan ampun bagi mereka.
Contoh kedua diplomasi tingkat tinggi lainnya adalah diplomasi yang dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Ketika Nabi Ibrahim berdiplomasi dengan penguasa zholim pada masanya saat itu yaitu raja Namrud (Babilonia) yang Allah abadikan dalam firmannya berikut ini:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 258)
Argumentasi tingkat tinggi yang dilakukan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam kala itu berhasil membungkam penguasa tirani pada masanya. Raja Namrud hendak membantah argumentaasi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dengan memberikan bukti bahwa dia juga bisa menghidupkan dan mematikan dengan membawa 2 orang dihadapannya kemudian dia membiarkan hidup salah satunya, dan membunuh satu lainnya begitu penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Perkataan dan perbuatan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Kemudian Nabi Ibrahim membalas argumentasi raja yang sombong yang telah berkuasa selama 400 tahun itu dengan meminta agar dia menerbitkan matahari dari barat, karena Allah menerbitkan matahari dari timur. Dan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam menantang Namrud menerbitkan dari arah sebaliknya. Sontak Namrud tidak mampu dan terdiam.
Contoh diplomasi ketiga masih pada orang yang sama, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ketika beliau berdiplomasi dengan ayahnya sendiri. Mengajak ayahnya sang pembuat patung agar berhenti dari pekerjaannya dan beriman kepada Allah sebagaimana Allah jelaskan seperti berikut ini:
“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, Hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti, Maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.” (QS. Maryam [19] : 42-48)
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berusaha mendakwahi ayahnya dengan sopan santun dengan maksud menyentuh akal sehat dan hatinya. Dimana teori psikologis modern saat ini membuktikan bahwa seseorang akan mudah menerima ajakan kita ketika kita berhasil mempengaruhi akal sehat dan hati nurani seseorang. Jauh sebelum teori ini berkembang, para Nabi termasuk Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sudah mempraktikkannya. Namun karena akal sehat dan hati ayahnya sudah begitu fanatik akan ajaran nenek moyangnya menyembah berhala, hati dan akal sehatnya telah tertutup sehingga tidak dapat melihat kebenaran yang dibawa Nabi Ibrahim. Sebaik apapun diplomasi dan argumentasi kita, jika seseorang sudah fanatik akan sesuatu maka hatinya cenderung sulit menerima kebenaran. Namun demikian, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam tidak berputus asa beliau tetap memohon ampunan kepada Allah untuk ayahnya yang Allah firmankan dalah ayat berikut:
“Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat,” (QS. Asy-Syu’ara [26] : 86)
Diplomasi tingkat tinggi berikutnya, contoh keempat masih pada orang yang sama yaitu Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Ketika beliau bertujuan memberikan kesadaran kepada para kaumnya dan membawa mereka menyembah hanya kepada Allah meninggalkan berhala-berhala yang mereka sembah hanya karena mengikuti tradisi nenek moyang belaka. Hal ini terdapat dalam firman Allah berikut ini:
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung Apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak Kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada Kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu Termasuk orang-orang yang bermain-main?". Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku Termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami, Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang zalim." mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ". mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah Dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami, Hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka Tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang Menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka Jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka Mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami? mereka berkata: "Bakarlah Dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, Maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al-Anbiya [21] : 52-70)
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam memberikan argumentasi yang begitu cerdas. Beliau berdiplomasi dengan kaumnya menggunakan data dan fakta, bukan hanya dengan doktrin dan dogma. Nabi Ibrahim‘Alaihissalam berusaha membangkitkan kesadaran kaumnya bahwa apa yang mereka sembah tidaklah memiliki kekuatan sedikitpun. Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mengucapkan dalam hati niatnya yang akan menjalankan tipu dayanya untuk menghancurkan berhala-berhala mereka, sesudah mereka meninggalkan tempat-tempat berhala itu. Nabi Ibrahim menghancurkan berhala ketika kaumnya sedang menghadiri perayaan pada waktu itu. Kemudian Nabi Ibrahim masuk ke penyembahan berhala mereka dan menghancurkan semua berhala kecuali berhala yang terbesar dan mengalungkan kapak padanya.
Kaum Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sebenarnya menyadari bahwa berhala-berhala tersebut tidak dapat melakukan tindakan apapun. Namun dikarenakan hati mereka semua sudah tertutup, sehingga walaupun akal sehat mereka mengakui kebenaran argumentasi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam tetapi hati mereka mengingkari kebenaran yang dibawa beliau. Kemudian mereka membuat makar kepadanya dan hendak membakar Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam hidup-hidup. Allah Tuhan Yang Maha Melihat melindungi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dengan menjadikan api tersebut dingin dan tidak dapat melukai Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sedikitpun.
Contoh kelima kita bergeser ke zaman berikutnya yaitu ke zaman Nabi Musa ‘Alaihissalam. Dimana pada masanya beliau juga diutus oleh Allah untuk menghadapi penguasa yang terkenal sombong dan zholim, yap siapa lagi kalau bukan firaun. Inilah orang yang membunuh anak laki-laki karena takut kekuasaannya diambil disebabkan mimpi yang dilihatnya bahwa kekuasaannya akan runtuh oleh seorang laki-laki dari rakyatnya. Kisah diplomasi antara Nabi Musa ‘Alaihissalam dan firaun paling banyak dikisahkan dalam Al-Quran. Saya ambil beberapa ayat saja yang menerangkan mengenai kisahnya. Diantaranya adalah ayat berikut ini yang artinya:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha [20] : 43-44)
“Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan Katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.” (QS. Asy-Syuara [26] : 16-17)
Dari dua ayat diatas maka dapat kita ketahui bahwa Nabi Musa ‘Alaihissalam diutus bersama saudaranya Nabi Harun ‘Alaihissalam dengan membawa 2 misi, yaitu pertama untuk mendakwahi firaun serta mengajaknya beriman kepada Allah. Allah mengabadikan kisah ini yang salah satunya terdapat dalam surat berikut:
“Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?" Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" Musa berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu". Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila". Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal". Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". Musa berkata: "Dan Apakah (kamu akan melakukan itu) Kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata ?" Fir'aun berkata: "Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah Termasuk orang-orang yang benar". Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), Maka tiba-tiba tangan itu Jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya. Fir'aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada sekelilingnya: Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai.” (QS. Asy-Syuara [26] : 23-34)
Demikianlah beberapa contoh diplomasi yang terdapat dalam Al-Quran yang Allah ceritakan kepada kita semua melalui Rasulullah agar kita semua mengambil pelajaran dan menangkap hikmah dibalik semua kisah tersebut. Baiklah sekarang inilah yang kita tunggu-tungu bersama. Setelah kita sama-sama membahas diplomasi dalam Al-Quran, kini kita masuk ke pembahasan berdiplomasi dengan bidadari. Sepintas, tulisan ini mungkin hanya ditujukan kepada kaum pria, eiittss.. jangan salah kata siapa hanya ditujukan untuk kaum adam saja? Tulisan ini juga ditujukan kepada teman-teman wanita.
Sebelum kita berdiplomasi dengan bidadari, ada baiknya kita coba definisikan terlebih dahulu. Apa sih bidadari itu ? jangan menyangka bahwa bidadari yang saya maksud disini adalah bidadari dengan rupa yang cantik atau bersayap. Yang saya maksud bidadari disini adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, menjaga kehormatan dirinya luar dalam, kontinu memperbaiki diri, kontinu belajar memperdalam wawasan tentang islam, pandai bersyukur dan bersabar menyikapi kehidupan. Inilah bidadari yang sebenarnya. Loh ko gitu ?
Ya iyalah.. bayangkan saja, bidadari yang di surga itu termasuk malaikat. Jadi kalau yang namanya malaikat tidak Allah berikan hawa nafsu, mereka focus sepanjang masa beridabah, bertasbih, sholat, dan segala aktivitas lainnya demi mensucikan Allah semata. Jadi mereka bebas dari dosa. Wajar kalau mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Karena Allah yang mentakdirkan malaikat dengan karakteristik seperti itu. Sekarang coba bayangkan, Anda wanita. Sebagai manusia biasa yang diberi akal, dan hawa nafsu. Tetapi Anda lebih memilih taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya dibandingkan mengikuti hawa nafsu, Anda bisa memaintain hawa nafsu Anda, Anda lawan rasa kantuk untuk bangun di tiap sepertiga malam terakir memohon ampunan, Anda jaga kehormatan diri, Anda jaga pandangan Anda, tidak pacar-pacaran pegang-pegangan dan lain sebagainya. Tetapi Anda lebih memilih bersabar dengan jodoh yang Allah siapkan, Anda lebih memilih ikhlas memperbaiki diri. Bukankan yang seperti ini akan mengangkat derajat Anda lebih tinggi di sisi Allah dari pada bidadari-bidadari di surga ? Bukankah ini yang nantinya akan membuat bidadari-bidadari surga cemburu kepada Anda ?
Camkan teman-teman pria sekalian, diplomasi ini hanya akan berguna jika yang Anda hadapi nanti adalah bidadari, atau calon bidadari, jadi kalau diplomasi ini digunakan kepada wanita yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya jangan harap diplomasi Anda mengena di hatinya. Jadi cara diplomasi ini sudah pernah saya share sebelumnya di path dan facebook saya. Kira-kira begini bunyinya :
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Mohon maaf sekali adinda ........ (sebutkan namanya anggap aja namanya mawar). Bukan bermaksud tidak serius, sungguh tidak terpikirkan sebersit pun akan hal itu. Hanya saja aku merasa ini sudah waktunya aku sampaikan kepadamu, awalnya aku ingin langsung menyampaikan hal ini langsung kepadamu, tapi karena kesibukanmu akhir-akhir ini, kamu jadi sangat sulit sekali di temui bahkan di hari libur pun kau masih sibuk dengan berbagai kegiatanmu yang bermanfaat bagi kebaikan sesama. Jadi aku pikir kalau menunggu waktu pertemuan denganmu, aku khawatir terlalu lama maksud ini terpendam dalam kalbu sehingga semakin membuatku tak karuan terpenjara harapan. Maka dari itu aku sedikit terpaksa menyampaikamn hal ini melalui surat yang ku kirimkan (boleh dikirim atau telpon orangnya langsung kalau dia sedang available). Mohon dengan sangat, adinda mawar membaca surat ini hingga selesai. Setelah itu, adinda boleh membakar atau membuang surat ini. Adinda, saya menginginkan adinda mawar untuk menjadi isteriku. Aku hanya manusia biasa. Aku sadari ilmuku masih amat sedikit, oleh karena itu aku mohon bantuanmu dalam membimbingmu, dan tegurlah aku ketika khilaf maupun keliru. Adinda, aku mengerti impianmu untuk bersanding dalam pelaminan yang mewah dalam gedung yang megah. Adinda, saat ini memang aku sudah memiliki pekerjaan. Apabila Allah memuliakan kerja keras dan doa-doaku dengan banyaknya pundi-pundiku, ketahuilah aku sangat sependapat denganmu. Aku ingin memuliakanmu dengan menjadikanmu ratuku di hari sekali seumur hidupku, dalam pernikahan sekali sepanjang masaku. Aku ingin memuliakan tamu kita dengan hidangan yang mengundang selera, terlebih lagi mereka datang dengan memanjatkan doa untuk kebahagiaan kita. Aku ingin mengamalkan salah satu wasiat Nabiku kepada kaumku agar memberikan mahar terbaik kepadamu, dan membuat walimah paling berkesan semampuku. Adinda, hidup tak selalu sesuai dengan mimpi dan cita-cita kita. Jadi apabila nanti Allah memuliakan kerja keras dan doa-doaku dengan sedikitnya pundi-pundiku, maukahkah kau ikhlas menerimaku? Maukah kau bersanding dalam walimah yang sederhana, yang bisa jadi hanya dihadiri oleh sahabat, kerabat, tetangga dan keluarga ? Maukah kau membantuku memberi pengertian kepada calon mertuaku agar ikhlas menerimaku ? Maukah kau lepaskan gengsi juga prestise, agar pernikahan kita sah terlebih dulu, dengan terpenuhinya syarat dan fardhu ? Adinda, bukankah Nabimu mewasiatkan juga kepada kaummu bahwa seberkah-berkahnya wanita adalah yang paling mudah maharnya ? Adinda, bisa jadi hal itu adalah ujian dari Allah. Jika kau ikhlas, bukankah ini sebagai salah satu pengundang rezeki ? Justru aku ingin kaya bersamamu, akan ingin sukses di sisimu, aku ingin kau yang mendampingiku, memanjatkan syukur saat mudah dan bersabar ketika susah. Biarlah pernikahan kita sederhana, walimah kita bersahaja, namun keluarga kita sejahtera setelahnya dan seterusnya. Adinda bagaimana pendapatmu? Adinda, aku hanya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan hanya beberapa kelebihan. Aku tidak tahu apakah nanti kita berjodoh yang pasti aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi suami dan ayah yang baik untukmu. Adinda mungkin bertanya-tanya, kenapa aku memilihmu? aku tidak ingin munafik, aku juga salah satu dari banyaknya pria yang mengagumi keindahan parasmu. Tapi sungguh bukan itu alasan utamaku, selain keindahan parasmu ada keindahan lain yang menurutku kau lah yang paling pantas menjadi pendampingku, menjadi ibu dari anak-anak ku, menjadi sandaran kepalaku, menjadi tempat berbagi keluh kesahku, dan menjadi orang yang aku muliakan setelah orang tuaku. Entah kenapa harus dirimu, tetapi hatiku selalu terpaut kepadamu dalam setiap istikhorohku. Mungkin ini jawaban yang Allah berikan, atau bisa jadi ini hanya bisikan setan yang menjerumuskan. Tapi yang jelas, niatku mengatakan ini adalah bentuk keseriusanku ingin menyempurnakan separuh agamaku, ingin beribadah mengikuti sunnah Rasulku dan Rasulmu. Adinda mohon maaf, aku tidak berani menjanjikan apapun kepadamu, saat ini aku memang masih menyewa rumah dan aku tidak tahu apakah nanti akan tetap menyewa atau tidak. Satu-satunya yang berani aku janjikan kepadamu adalah bahwa aku akan berusaha sekuat tenaga agar istriku tercukupi kebutuhannya, agar keluargaku terpenuhi pangannya, papannya, sandangnya, pendidikannya, hiburannya, keamanannya dan kendaraannya. Aku hanya bisa berusaha dan terus berdoa supaya dapat lebih baik dari saat ini. Adinda, sebelum kau memberikan jawaban menerima atau menolakku, mohon sekali kau bermunajat kepada Allah dalam istikhoroh. Aku berikan waktu minimal 1 minggu dan maksimal 1 bulan untuk menjawabnya. Semoga Allah merestui usahaku, semoga Allah memberikan yang terbaik untukmu dan untukku, untuk agamamu dan agamaku. Alhamdulillah telah tersampaikan maksudku kepadamu, aku terima apapun nanti jawabanmu, diterima atau ditolak aku serahkan sepenuhnya kepada Allah dan kepadamu. Setidaknya setelah ini urusanku akan menjadi jelas, apapun jawabanmu akan mempengaruhi rencana kedepanku.”
Terimakasih, Jazaakillahu khoir katsir.
Wassalamu’alaikum.
Nah, kalimat yang saya susun diatas adalah kalimat yang menurut saya sudah mencakup keseluruhan aspek negosiasi. Kalimat diatas hanyalah contoh yang saya berikan, dalam praktiknya tentu saja kalimatnya disesuaikan dengan kondisi masing-masing pribadi. Jadi pahamilah teman-teman sekalian, negosiasi kita haruslah disesuaikan dengan lawan bicara kita. Cara bernegosiasi yang efektif akan sangat tergantung kepada karakteristik dan kondisi lawan bicara. Bernegosiasi dengan calon partner bisnis tentunya akan sangat berbeda penyampaiannya dengan calon partner hidup. Bernegosiasi dengan calon partner hidup, menurut saya gunakanlah bahasa yang jelas, tidak berbelit-belit, boleh sedikit puitis karena tidak dipungkiri wanita juga ingin diperlakukan spesial, tapi jangan lebai, dan yang terpenting jujurlah. Ungkapkan apa adanya kondisimu saat ini jangan ada yang ditutup-tutupi. Dan terakir, mintalah selalu pertolongan dan petunjuk Allah agar diberikan kelancaran.
Semoga bermanfaat.
Wallahu ‘alam bishshowaab
Hendri Wijaya
Bachelor of Islamic Economics from Faculty of Sharia and Law (muamalat.fsh.uinjkt.ac.id)
Graduate Student of Master Program in Sharia Management
ijin kopas yaa... negosiasinya haha
BalasHapussaya mau buat buku tentan negosiasi untyk siswa kelas X di MA izin juga idenya ya
BalasHapusizin dikembangkan ide negosiasinya ya saudaraku
BalasHapus