بسم الله
الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
BUDAYA KERJA PERUSAHAAN PADA BANK
MUMALAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI KRISIS EKONOMI DAN MONETER TAHUN 1998
Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi keuangan
terburuk Republik Indonesia. Selama periode Sembilan bulan pertama 1998
merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah
berjalan pada enam bulan selama 1997 semakin memburuk dalam tempo yang relatif
cepat. Bagaikan efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis
nilai tukar baht di Thailand ini menjalar menjadi krisis ekonomi, berlanjut
menjadi krisis sosial, bahkan hingga krisis politik. Akhirnya pada puncaknya
melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Salah satu faktor yang mempercepat efek bola salju ini
di Indonesia adalah menguapnya kepercayaan masyarakat akibat sikap pemerintah
yang plin-plan, ditambah lagi dengan besarnya hutang luar negeri pemerintah
yang segera jatuh tempo. Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang
mencapai $138 milyar dollar, sekitar $72,5 milyar dollar adalah utang jangka
pendek dimana sekitar $20 milyar dollar akan jatuh tempo pada tahun 1998. Sedangkan
pada saat itu cadangan devisa Negara tinggal sekitar $14,44 milyar dollar. Hal
ini semakin diperparah dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
yang pada tahun 1997 berada di level Rp. 4850/dollar menjadi terjun bebas ke
level Rp. 17.000/dollar pada Januari 1998.
Imbas yang amat menyakitkan juga melanda pada industri
perbankan nasional. Nasabah panik akan dananya yang disimpan pada perbankan dan
mereka benar-benar menempatkan kepercayaan pada bank di bawah telapak kaki
mereka. Ketidak percayaan ini mengakibatkan sumber pendanaan bank kosong
melompong yang diperburuk dengan suku bunga simpanan yang jauh lebih tinggi (hingga 70%) ketimbang suku bunga kredit. Kondisi ini mendorong bank-bank konvensional memberikan bunga tinggi sementara mereka tak mampu menarik bunga kredit lebih dari bunga yang merrka tawarkan, akibatnya terjadi negative spread.
Bank-bank banyak yang bangkrut, sakit kronis hingga ke nadir. kala itu perbankan bagaikan gedung kosong semata tanpa isi dan transaksi.
Bank-bank konvensional disuntik dana oleh pemerintah dengan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) dalam rangka menyelamatkan dan mengembalikan kepercayaan
masyarakat dengan total dana sekitar 650 tiliun.
Lain halnya dengan bank-bank konvensional,
satu-satunya bank syariah yang ada dan bertahan ditengah gempuran krisis adalah
Bank Muamalat Indonesia. Meskipun terseok-seok perjalanannya pada saat krisis
tersebut tercatat rasio pembiayaan macet (NPF) lebih dari 60% dan rugi sekitar
100 milyar, setidaknya inilah satu-satunya bank yang tidak bangkrut dan mampu
bertahan bahkan tanpa bantuan BLBI dari pemerintah. Bank Muamalat sendiri didirikan
pada tanggal 1 Nopember 1991 yang dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan pemerintah. Bank ini memulai kegiatan operasional pertamanya pada 1 Mei
1992. Hanya berselang sekitar 3 tahun sejak pendiriannya, Bank Muamalat
berhasil menyandang predikat bank devisa dimana pengakuan ini semakin
memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di
Indonesia. Hal ini menarik untuk dikaji dari segi budaya kerja perusahaan yang
membawa bank ini mampu bertahan dan tetap eksis sampai sekarang.
Dalam konteks Bank Muamalat yang ketika itu dipimpin
oleh Bapak Dr. (HC) Riawan Amin, sebagai pemegang tertinggi perusahaan beliau
mulai merubah dan membangun paradigma berpikir baru yang akan menjadi budaya
perusahaan sekaligus pegangan untuk menghadapi situasi sulit ini. Tercetuslah
budaya perusahaan dengan konsep ZIKR, PIKR, dan MIKR. Zikr bukan hanya hadir sebagai upaya mengingat
Allah. Zikr bukan hanya menyangkut dimensi ibadah mahdhoh semata, tetapi
lebih luas dari itu. Zikr jika diperdalam ternyata dapat membuahkan
atribut-atribut manajemen. Sebuah ikhtiar untuk mengupas dan mengeksplorasinya
dilakukan di Muamalat yang diantaranya melahirkan atribut-atribut yang diurai
dari sisi akronim ZIKR yaitu Zero base, Iman, Konsisten,
dan Result oriented. Zikr baik dalam arti yang sesungguhnya yaitu ibadah
atau arti akronim sangat penting untuk setiap karyawan di Muamalat, berikut
akan disampaikan secara singkat mengenai Shared Values tentang konsep
tersebut.
Zero base, atribut pertama dari Zikr ini menegaskan perlunya
setiap kru Muamalat memandang segala sesuatu menyangkut pekerjaan dan
lingkungannya dengan bersih dan objektif, tidak ditambah dan tidak dikurang.
Konsep ini menunjukkan kejernihan cara pandang seseorang akan menentukan
keberhasilan tugas yang diembannya. Manajemen IBM mengatakan dalam teorinya
bahwa kualitas manusia 90% ditentukan oleh sikapnya (attitude) dalam
menghadapi masalah. Sedangkan sisanya 10% ditentukan dari kemampuan ilmunya (knowledge).
Artinya keberhasilan seringkali diawali dari sikap yang benar dan tepat
dalam menghadapi suatu peristiwa. Bukan bagaimana peristiwa terjadi, tetapi
bagaimana menyikapi yang sedang terjadi. Bukan bagaimana seseorang bernasib
jelek, melainkan bagaimana dia merespons dan melihat hal yang buruk itu lalu
berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.
Sikap apriori muncul karena orang tidak memandang
segala sesuatu secara jernih. Melihat sesuatu dengan bersih dan jernih akan
muncul dari pribadi yang mampu men-zero basekan dirinya. Konsep ini sepintas
mirip dengan cara pandang zero dalam budaya Zen. Memandang secara bersih
bisa saja diartikan kosong. Yaitu kosong dari hal-hal yang tidak bersih,
prejudice atau prasangka buruk. Sebagai contoh, manajemen Muamalat pernah
mengusulkan melakukan kerjasama dengan ATM BCA untuk memperluas jangkauan dan
memperkuat jaringan ATM Muamalat agar pemilik ATM Muamalat dapat bertransaksi
dengan menggunakan ATM BCA. Karena prasangka, usulan ini ditolak dengan alasan
kerjasama ini belum pernah dijalin oleh BCA dan bank lainnya. Namun pada
kenyataannya sebulan setelah usulan ditolak, Bank Mega berhasil menggandeng
kerjasama dengan BCA.
Iman, keyakinan atau kepercayaan yang teguh dapat muncul
dari siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Keyakinan yang kuat akan sampai
pada tujuannya apabila diikuti oleh sikap positif yang ditampakkan dalam bentuk
ikhtiar. Iman bukanlah sesuatu yang kita butuhkan pada saat beribadah saja.
Dalam konteks Muamalat, kekuatan iman akan menjadi pengawas bagi setiap kru
Muamalat untuk menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Iman akan
mendorong setiap kru Muamalat sigap menolong dan melayani sebaik mungkin
nasabah, kemudian iman juga akan membentuk militansi kru Muamalat sehingga mau
berjuang keras untuk merebut market share.
Sebagai contoh ketika perusahaan menetapkan target
asset harus bisa menembus sampai Rp 1 triliun, banyak pihak yang buru-buru
apriori dan mengganggap itu adalah hal mustahil karena kenaikan 100% asset itu
dianggap sebagai sebuah usulan yang terlalu mengada-ada. Direksi dianggap hidup
di awan dan tidak membumi dengan menunjukkan dari pendekatan ekstrapolarasi
yang dilakukan peningkatan asset kurang dari 20% dari asset total yang
dimiliki. Pada akhirnya, kenyataanlah yang berbicara. Target kenaikan 100%
tersebut tercapai dan ini membuktikan bahwa keyakinan membimbing kepada
terwujudnya hasil. Karena itu, patut ditekankan bahwa tidak ada yang tidak
mungkin yang bisa dicapai oleh orang yang beriman kepada Allah. Yang kita
perlukan adalah membersihkan hati dan pikiran dari keraguan yang bisa
melemahkan iman dan menjauhkan dari perwujudan cita-cita.
Iman juga menuntun kru Muamalat agar tidak rakus
menguasai sumber daya untuk kepentingan diri sendiri. Dengan iman, kru Muamalat
dididik dan dibiasakan untuk berbagi dari segi power, information, knowledge,
dan rewards. Karena denegan berbagi tidak akan mengurangi rezeki justru akan
menambah dan memperluas karunia-Nya. Dengan iman pula setiap kru Muamalat akan
dapat bekerja dengan tulus ikhlas. Semestinya kerja keras itu akan mendatangkan
hasil yang diharapkan. Namun demikian, bila masih ada kekurangan yang tak
mereka dapatkan karena kelalaian manajemen, mereka yakin Allah tidak akan
menyiakannya tetapi membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik di dunia bahkan
di akhirat kelak.
Konsistensi, orang yang konsisten akan memperjuangkan
cita-citanya tanpa kenal lelah tak ada kamus menyerah bahkan putus asa. Ia akan
meluruskan arah dan teguh dalam pendirian (istiqomah). Sebuah perusahaan
layaknya kereta kuda. Organisasi memiliki tujuan, visi, dan misi yang untuk
mewujudkannya perusahaan tersebut harus didukung oleh segenap kru. Bila semua
kru tersebut diarahkan kepada satu tujuan yang sama, maka tujuan organisasi itu
kemungkinan besar akan tercapai. Karenanya, keselarasan tujuan diantara seluruh
anggota organisasi menjadi penting dan menjadi syarat mutlak agar tujuan bisa
sama-sama diraih. Konsistensi mencakup segala aspek kehidupan seperti fisik,
mental, sosial, dan spiritual. Keselarasan itu diharapkan menjadi kunci dari
total kesuksesan. Sukses dalam arti menyeluruh atau totalitas berarti apabila
hidup terdiri dari banyak departemen, maka kesuksesan dalam satu departemen
kehidupan tidak dapat mengompensasi kegagalan dalam departemen lainnya. Itulah
sebabnya dalam konteks Muamalat konsistensi kaffah menjadi penting.
Kaffah menghendaki penyerahan total yang seimbang antara jiwa
dan raga, pribadi dan organisasi, karir dan rumah tangga, pendidikan dan
keuangan. Bukanlah total namanya bila kita beribadah merujuk pada Al-Quran dan
Hadist tapi giliran berekonomi menggunakan bank ribawi. Seribu macam alasan
dilontarkan untuk menghindari bank syariah mulai dari bagi hasil yang kecil,
praktiknya belum syariah sepenuhnya,
jaringan terbatas dan lain sebagainya. Sangat memalukan meninggalkan bank syariah
karena keraguan akan kesyariahannya lalu mencari bank konvensional yang sudah
tidak diragukan ketidak syariahannya.
Result Oriented, dalam konteks Muamalat result yang
hendak dicapai bukan seperti yang diinginkan organisasi bisnis pada umumnya.
Karena Muamalat bukan hanya institusi bisnis, tetapi juga merupakan organisme
dakwah. Dalam dimensinya sebagai organisme dakwah, maka tujuan utama yang
diinginkan adalah kebahagiaan (falah) di dunia dan akhirat. Muamalat
berangkat dari titik zero base, bahan bakarnya adalah iman, yang dinahkodai
pemimpin yang konsisten (istiqomah dan kaffah) mengarahkan pada tujuan
akhir (result oriented).
Cogito Ergo Sum (aku ada karena aku berpikir) Rene
Descartes si pencetus ide ini seolah-olah ingin mengatakan bahwa hakikat
manusia terletak pada pikirnya. Jauh sebelum Rene Descarter Al-Quran telah
mengenalkan konsep pikir dalam banyak ayat-ayat yang Allah turunkan didalamnya.
Dalam konteks Muamalat Pikr adalah sebuar akronim yaitu: Power Sharing, Information
Sharing, Knowledge Sharing, Rewards Sharing.
Power Sharing, power disini berarti kekuaasan atau
kewenangan. Power yang berada pada orang yang tidak amanah akan sangat
berbahaya. Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Semakin
besar kewenangan semakin besar peluang seseorang menyelewengkan untuk
kepentingan dirinya. Semakin besar kewenangan semakin terbuka kesempatan
menggunakannya demi tujuan-tujuan yang merugikan publik. Dalam konteks
organisasi mereka yang memegang power berkewenangan untuk membuat keputusan.
Oleh karena itu dalam organisasi tertentu tersentralnya power dalam satu
komando bisa berbahaya sehingga untuk mengurangi risiko dari gagalnya
penggunaan kewenangan yang terpusat, maka berbagi power menjadi keniscayaan. Berbagi
power pada akhirnya akan mengurangi beban dan menjadikan bekerja menjadi lebih
fokus. Top manajer hanya akan menangani persoalan yang memiliki proioritas
tertinggi, sedang persoalan yang kurang penting akan diselesaikan oleh stafnya.
Dengan demikian jalur pengambilan keputusan lebih singkat. Birokrasi yang
singkat pada akhirnya menempatkan semua persoalan segera ditangani. Tugas pun
bisa secara efektif diselesaikan.
Kontrol menjadi
titik sentral dan penting agar konsep ini berhasil dipraktikan. Manajemen
kontrol di Muamalat tak hanya dipasrahkan pada tugas audit saja, tetapi lebih
jauh, kontrol dikembangkan supaya bisa dilakukan secara masif.
Informasi-informasi tidak hanya disimpan dan diketahui oleh para top manajer
saja, melainkan dipublikasikan sehingga seorang staf pun
dapat mengetahui informasi tersebut dan dapat melakukan kontrol dengan kasat
matanya langsung terhadap informasi tersebut.
Information
Sharing, di lingkungan Muamalat segala
informasi sangat transparan dan dapat diakses siapapun. Misalnya untuk
informasi nisbah, DPK, bahkan hingga profit yang dibukukan tiap bulan pun
disebutkan dalam slip gaji yang karyawan terima tiap bulannya. Memang tidak
semua data dibuka penuh untuk siapapun seperti data spesifik mau diabawa kemana
arah perusahaan yang bisa jadi hanya ada di kepala para top manajer. Artinya
hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Tapi poin dan value yang ingin
ditanamkan adalah setiap orang berhak mendapatkan informasi dengan mudah
berdasarkan proporsinya masing-masing agar tidak ada lagi broker informasi
seolah-olah para broker informasi ini menjadi lebih tahu segala hal dan
karenanya dengan kelebihan informasi yang ada padanya, dia pantas mendapatkan apresiasi
lebih dibanding lainnya.
Knowledge
Sharing, sebegitu pentingnya ilmu untuk
dikuasai sehingga ayat pertama yang turun dari Al-Quran adalah perintah untuk
membaca iqra ! Bacalah! Karena membaca adalah jendela ilmu yang
menuntunnya berlaku secara baik dan benar. Di Muamalat metode penggalian
knowledge disampaikan melalui pertemuan tatap muka (face to face). Metode
klasikal cenderung satu arah, asumsinya guru lebih tahu dari murid. Lantaran
itu sang guru tidak bisa dibantah. Dengan metode tatap muka, si pengajar datang
bukan sebagai pengisi kekosongan otak murid, melainkan ia berusaha menggali
ilmu itu dari kepala murid. Dengan memiliki knowledge yang cukup, tiap
kru akan memahami big picture perusahaan. Karena itu, penguasaan knowledge
secara menyeluruh menjadi suatu keniscayaan. Termasuk misalnya dalam menentukan
target pasar yang akan digarap. Manajemen Muamalat membidik spiritual market.
Rewards
Sharing, Rewards adalah bentuk kompensasi
baik berupa material maupun imaterial. Praktik di Muamalat para kru akan
menerima gaji dan bonus. Bonus adalah berupa bagi hasil yang besarnya 10% dari
keuntungan perusahaan. Bonus sifatnya kolektif dibagi rata sebagai perekat team
work. Berbicara tentang rewards intinya membicarakan kesejahteraan.
Kesejahteraan yang diberlakukan di Muamalat pada tahun 2003 menduduki peringkat
ke-7 versi majalah Infobank dari 140 lebih bank. Artinya kesejahteraan
di Muamalat cukup bagus, tidak dibawah namun belum juga di puncak. Kemudian
konsep yang terkir adalah Mikr. Mikr adalah akronim dari Militan, Intelek,
Kompetiti, dan Regeneratif. Dengan adanya konsep ini, diharapkan
akan tercipta sebuah lembaga yang kuat, kompetiti, dan bertahan lama.
Militan, dalam konteks Muamalat, sikap militan seharusnya menjadi sikap
dasar bagi setiap kru. Mereka menempatkan Muamalat sebagai wadah perjuangan.
Kru Muamalat harus bersemangat tinggi mengabdikan dirinya untuk pemberdayaan
ekonomi umat. Kru yang militan selain memiliki semangat yang tinggi dalam
bekerja, ia juga seorang yang terlatih, memiliki kemampuan bekerja sebagai
individu dan tim.
Intelek, kaum intelektual dengan ide dan gagasannya biasanya mampu
memberikan tawaran solusi bagi persoalan yang sedang dihadapi di dalam
organisasi ataupun di tengah masyarakatnya. Tanda bahwa seorang tersebut
intelek adalah ia menggunakan anugerah akal yang diberikan Tuhan untuk kebaikan
sesama manusia. Selain mendayagunakan akal, masyarakat intelek juga ditandai dengan
caranya menghargai perbedaan. Setiap orang dalam organisasi bebas memberikan
dan menyampaikan ide-ide terbaiknya tanpa takut dibodohi atau dimusuhi. Seorang
intelek yang terpenting adalah ia mampu menangkap pelajaran dan hikmah dalam
setiap kejadian, dia tidak lagi melihat sesuatu dari kacamata menyenangkan dan
menyedihkan, tetapi dari cara pandang manfaat dan mudharat.
Kompetitif, sebuah organisasi bisnis akan diperhitungkan oleh para
kompetitornya jika ia memiliki keunggulan, baik berupa keunggulan kompetitif
dan keunggulan komparatif. Bagi Muamalat, brand image yang kuat
merupakan salah satu keunggulan
kompetitif. Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, semestinya setiap kru
Muamalat mampu mengelaborasi keuntungan ini agar menjadi brand yang tertanam
kuat di benak masyarakat.
Regeneratif, banyak organisasi yang mampu menciptakan
keunggulan kompetitifnya masing-masing, namun sedikit sekali yang bisa menjaga
daya kompetitif itu berkesinambungan (sustainable competitiveness) atau
bertahan lama. Mengapa demikian ? karena mereka tidak bisa memelihara dan
menghasilkan keunggulan kompetitif itu dan mewariskan sekaligus mengajarkannya
kepada generasi berikutnya. Dalam konteks Muamalat, tercapainya sustainable
competitiveness bila organisasinya bersifat regenerative. Artinya,
fungsi-fungsi dari militansi dan intelektualitas yang pada akhirnya menciptakan
daya saing itu harus terus bisa menghasilkan daya saing pada generasi
berikutnya. Kuncinya terletak pada kesadaran tiap kru untuk terus Zikr dan sharing
Pikr. Sebagai contoh, pada 2004 manajemen menyerahkan pengkaderan pemimpin
kepada Tim Evaluasi Kader Pemimpin. Tim ini selanjutnya menyeleksi kru
terbaik dari 31 orang yang dipandang
memiliki potensi. Kemudian diperolehlah 4 orang kandidat yang selanjutnya
direkomendasikan untuk mengikuti fit and proper test di BI.
Dampak krisis tahun 1998 memang memberikan imbas pada
Muamalat yang kinerjanya mengalami penurunan karena resesi ekonomi nasional.
Muamalat mengalami rugi operasional hingga Rp 105 miliar, sedangkan modal
disetor pada saat itu hanya Rp 138,4 miliar. Namun dengan melakukan rebuilding
shared values dan perjuangan yang gigih kerugian dapat ditekan bahkan
mengalami laba operasional berturut-turut dari tahun 2000-2002 sebesar Rp 10,85
miliar, Rp 50,32 miliar, dan Rp 32,15 miliar. Selain itu, Muamalat mampu
mengembalikan modal yang saat itu hanya tersisa sekitar Rp 39,3 miliar pada
tahun 1998 menjadi 174,32 miliar pada tahun 2002, tentunya jumlah ini melebihi
total modal yang disetor. Dari jumlah itu, kira-kira Rp 66 miliar berasal dari
pemodal baru, dan sisanya sebesar Rp 108
miliar berasal dari sumbangan para kru Muamalat.
Inilah perubahan nilai dan budaya ZIKR, PIKR, dan MIKR yang tertanam di
Bank Muamalat yang sangat berhasil membawa perusahaan bertransormasi dan
bertahan dalam industri keuangan yang saat itu sedang mengalami krisis moneter.
Bahkan Muamalat mampu mengembangkan bisnisnya dalam waktu yang relatif singkat. Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan
bagi lebih dari 2,5 juta nasabahnya melalui 275 outlet gerai yang tersebar di
33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI juga didukung oleh aliansi melalui lebih
dari 4000 kantor pos online/SOPP di 32.000 ATM serta 95.000 merchant debet.
Sampai saat ini BMI adalah satu-satunya bank syariah yang membuka cabang di
luar negeri yaitu di Malaysia. Kerjasama ini dijalankan dengan jaringan
Malaysia Electronic Payment System sehingga layanan Muamalat dapat diakses di
2000 ATM di Malaysia.
Demikianlah konsep dan implementasi budaya yang baik
yang kemudian secara konsisten serta holistik dijalankan oleh semua elemen
perusahaan. Dalam konteks Bank Muamalat, nilai-nilai syariah lah yang menjadi
pegangan bagi setiap orang yang bekerja dalam bank tersebut. Kemudian
nilai-nilai syariah ini dikonkritkan dalam bentuk nyata sebagai budaya perilaku
kerja pada seluruh elemen di Muamalat yang membawa perusahaan mampu mengatasi kemudian bangkit dari situasi-situasi sulit
yang dihadapi.
Wallahu A’lam Bish Showab.
Referensi:
Riawan Amin, The Celestial Management (ZIKR, PIKR, MIKR). Senayan
Abadi Publishing, Jakarta: 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar