Salam

Salam

Minggu, 25 Oktober 2015

Makna Zakat Dalam Al-Quran dan Perekonomian

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Berderma dalam bahasa syariat memiliki 3 kosa kata yaitu Shodaqoh, Infak, dan Zakat. Bagian terluas adalah shodaqoh yang dapat bersifat material dan non material. Shodaqoh yang bersifat non materi contohnya adalah senyum kepada sesame, kalimat-kalimat thoyyibah seperti tasbih, tahmid dan tahlil, menyingkirkan duri dari jalanan, dan lain sebagainya. Berikutnya adalah shodaqoh material, shodaqoh material inilah yang dinamakan dengan infak, infak karakteristiknya bebas diberikan kepada siapapun dalam bentuk uang atau barang, dan infak yang diwajibkan inilah yang dinamakan dengan zakat. Zakat diatur kadarnya, nishabnya, orang-orang yang berhak menerimanya dan lain sebagainya. Dalam tulisan ini, saya belum akan membahas aspek teknis dalam berzakat namun pada kesempatan kali ini saya akan membahas dari sisi filosofis dan hikmah yang terkandung dalam pensyariatan zakat ini.

Zakat merupakan salah satu ibadah mahdhah, rukun Islam yang berdimensi sosial sekaligus sebagai sarana distribusi pendapatan. Dalam Al Quran, kewajiban membayar zakat seringkali disebutkan beriringan dengan kewajiban mendirikan shalat, salah satunya dalam QS. Al Baqarah [2]: 43 berikut:
Demikian pentingnya kewajiban membayar zakat, sehingga perintah membayar zakat disandingkan dengan perintah mendirikan shalat sebanyak 27 kali disebutkan beriringan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa shalat kita yang berdimensi hablumminallah belum sempurna apabila kita tidak menjalankan kewajiban hablumminannaas, kesalihan pribadi kita belum sempurna tanpa adanya kesalihan sosial yang salah satunya direpresentasikan dengan membayar zakat. Shalat dipandang sebagai seutama-utamanya ibadah badaniah sedangkan zakat dipandang sebagai seutama-utamanya ibadah maliyah.
Zakat juga merupakan salah satu instrumen yang Allah gunakan sebagai instrumen kontradiktif dari sistem ribawi (QS. Ar-Ruum [30]: 39). Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa sejatinya harta riba yang diperoleh memang secara kasat mata bertambah, namun justru pertambahan karena riba tersebut tidaklah menambah sedikitpun disisi Allah. Sebaliknya, zakat yang kita bayarkan dengan mengharapkan keridhoan Allah yang secara kasat mata berkurang, tetapi justru zakat inilah yang akan bertambah di sisi Allah dan dilipatgandakan pahalanya.
Zakat merupakan pranata agama Islam yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Secara ekonomi, potensi zakat global di seluruh negara-negara Islam menurut studi Monzer Kahf dalam Beik dan Dwi (2015) mencapai sekitar 1,8% sampai dengan 4,34% dari total PDB masing-masing negara. Jika dihitung dengan total PDB yang ada, maka potensi zakat di negara-negara Islam mencapai angka tidak kurang dari USD 600 miliar setiap tahun, atau setara dengan sekitar Rp8.400 triliun dengan asumsi kurs Rp14.000,- per USD. Sedangkan untuk potensi zakat nasional, mununjukkan angka sekitar Rp217 triliun. Zakat ini berasal dari 3 komponen utama yaitu, zakat perusahaan sebesar Rp116,4 triliun atau 54,06%, zakat rumah tangga sebesar Rp82,7 triliun atau 38,11% dan terakhir adalah zakat tabungan investasi sebesar Rp17,0 triliun atau 7,83%.
Pengumpulan zakat akan optimal apabila setiap muslim memahami secara mendalam filosofi dan hikmah yang terkandung didalamnya. Pertama, zakat merupakan representasi dari ketakwaan seorang muslim sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran [3]: 133-134. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa adalah orang yang mau menginfakkan sebagian dari hartanya baik dalam keadaan lapang (berkecukupan) ataupun keadaan sempit (kekurangan). Pendekatan berderma yang selama ini selalu digembar-gemborkan kepada masyarakat selalu disangkut pautkan dengan kekayaan. “jika ingin kaya, berdermalah” atau doktrin-doktrin lainnya yang intinya mengaitkan berderma dengan materi. Menurut saya, hal ini kurang tepat karena ada satu step yang terlompati sehingga sistematika berpikir kita menjadi rancu.
Hal yang tepat adalah berderma itu berkaitan dengan ketakwaan, mengapa demikian ? Karena menurut firman Allah pada surat (QS. Ali Imran [3] : 133-134) ketika Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa, salah satu ciri-ciri mereka adalah mereka yang mau berderma dari sebagian hartanya baik dalam keadaan berkecukupan ataupun kekurangan. Pada ayat yang lain pun bermakna serupa, ketika Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa, Allah juga menyebutkan mereka yang mau menginfakkan sebagian hartanya adalah termasuk orang yang bertakwa (QS. Al-Baqoroh [2] : 3)
Jadi seharusnya motivasi utama kita dalam berderma adalah untuk menjadi orang yang bertakwa bukan jadi orang yang banyak harta. Karena harta adalah salah satu alat yang Allah berikan kepada hamba-Nya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Harta adalah salah satu jalan keluar dari salah satu urusan dunia mengenai persoalan finansial, namun permasalahannya adalah persoalan kita di dunia ini bukan hanya persoalan finansial semata. Bukankah Allah telah menjamin bahwa barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan berikan baginya jalan keluar dari berbagai masalah yang dihadapinya dan memberikannya rezeki dari arah yang tak terduga (QS. Ath-Tholaq [65]  : 2-3). Permasalahan finansial adalah salah satu dari berbagai permasalahan kita di dunia,
Dari gambar diatas yang saya buat, dapat kita pahami sekaligus kita benahi sistematika berpikir dalam berderma. Bahwa berderma bukan langsung melompat kepada kaya harta, karena kaya hanyalah salah satu alat saja. Tapi ada hal yang lebih esensial yang harus kita kejar dalam berderma yaitu ketakwaan dan kedekatan kepada Allah (taqorrub ilallah) Berderma melalui zakat merupakan salah satu upaya untuk menjadikan kita manusia yang bertakwa kepada Allah. Dan salah satu janji Allah bagi orang yang bertakwa adalah Allah akan memberikannya solusi dari segala permasalahan yang kita hadapi dan memberinya rezeki dari arah yang tak diduga (QS. Ath-Thalaaq [65]: 2-3).
Kedua, zakat mampu mendorong produktivitas. Islam mendorong umatnya supaya mampu bekerja secara profesional dalam bidangnya sehingga memiliki harta kekayaan yang tidak hanya mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya, tetapi juga memiliki manfaat untuk membantu mencukupi kebutuhan saudaranya sesama muslim. Dengan demikian, zakat menumbuhkan semangat dan etos kerja yang tinggi dalam diri para muzakki dimana dampak lain dari etos kerja yang baik ini akan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat luas bagi kebaikan sesama. Diharapkan dengan optimalisasi pengumpulan dana zakat, akan menstimulus pendayagunaan dan penyaluran zakat yang lebih optimal sehingga perputaran harta tidak berkisar diantara kelompok-kelompok tertentu saja (QS. Al Hasyr [59]: 7).
Ketiga, zakat merupakan pilar amal bersama (jama’i) dan penghubung antara orang-orang kaya yang relatif berkecukupan hidupnya dengan orang-orang miskin yang kurang beruntung. Dana zakat berfungsi untuk menolong dan membina orang-orang fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Kewajiban beribadah kepada Allah pun akan terlaksana dengan fokus dan lebih baik sehingga akidah menjadi lebih mantap, dapat terhindar dari bahaya kekufuran karena kefakiran membawanya dekat kepada kekufuran.
Berzakat merupakan bagian dari berderma dengan menggunakan harta, dimana salah satu kecintaan manusia di dunia ini adalah kecintaan terhadap harta (QS. Ali Imran [3]: 14). Untuk mencegah sifat kikir, tamak, dan kecintaan berlebihan terhadap harta duniawi, maka dalam ayat di atas Allah memerintahkan manusia berzakat yang salah satu tujuannya adalah membersihkan manusia dari sifat hedonisme dan individualisme. Sehingga dalam ruang lingkup masyarakat yang lebih makro, keadilan sosial dapat terwujud karena kesenjangan yang ada dalam masyarakat merupakan ketimpangan yang terjadi secara alamiah karena perbedaan kemampuan yang Allah takdirkan, bukan hasil sistem ekonomi kapitalis saat ini yang didasari oleh kerakusan dan kecintaan berlebihan manusia terhadap dunia.
Selain itu, pengumpulan zakat juga seharusnya bersifat otoritatif, bukan hanya bersifat karitatif (sukarela) semata. Harus ada punishment bagi orang-orang mampu yang enggan membayar zakat. Hal ini sebagaimana pernah terjadi di masa kekhalifahan Abu Bakr as-Shidiq, beliau dengan tegas memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Artinya, pemerintah harus turun tangan dalam keberhasilan pengumpulan zakat, UU nasional sendiri yang mengatur mengenai zakat terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 menggantikan UU sebelumnya yaitu Nomor 38 Tahun 1999. tetapi sayangnya undang-undang tersebut belum mengatur punishment terhadap para “pengemplang” zakat sebagaimana diaturnya punishment para pengemplang pajak.
Namun terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada, kita juga harus bersyukur karena lembaga resmi pemerintah yaitu BAZNAS telah dibentuk sebagai pengakuan dari pemerintah atas eksistensi zakat dalam pembangunan nasional.Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2014 adalah sebanyak 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari total penduduk Indonesia. Jumlah salah satu golongan (ashnaf) mustahik zakat ini memang relatif banyak dan perlu dipikirkan bersama penanganannya agar tidak menjadi permasalahan sosial yang berkepanjangan. Untuk itu, zakat dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif solusi untuk pengentasan kemiskinan. Sebagai contoh, Beik (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa zakat mampu menaikkan pendapatan rumah tangga mustahik sebesar 8,94%. Daya beli rumah tangga mustahik juga mengalami kenaikan sebesar 1,9%. Jumlah kemiskinan mustahik dapat dikurangi sebesar 21,11%, berikutnya dari sisi time taken to exit poverty program-program zakat mampu mempercepat upaya pengentasan kemiskinan mustahik dari 7 tahun menjadi 5 tahun. Hal ini membuktikan bahwa zakat mampu menjadi solusi pengentasan kemiskinan sekaligus membuktikan bahwa pengumpulan dan penyaluran zakat sebaiknya dilakukan oleh suatu lembaga resmi BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat) sehingga manfaatnya lebih terasa bagi para mustahik.
Oleh karena itu, pembayaran zakat secara langsung dari muzakki kepada para mustahik tidaklah tepat dan hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Karena ketika kewajiban zakat turun, Rasulullah menugaskan sekitar 25 orang sahabat sebagai amil pengumpul zakat yang mengambil zakat dari para muzakki di seluruh daerah kekuasaan Islam ketika itu dan dikelola serta disalurkan oleh Negara kerpada para mustahik. Hikmah dari hal tersebut selain manfaat zakat akan lebih terasa adalah untuk menjaga kehormatan para mustahik dan menjaga keikhlasan para muzakki dalam berzakat.
Saya juga bermaksud menghimbau kepada para pembaca yang baik, salurkanlah zakat Anda kepada lembaga resmi baik BAZ atau LAZ, dimana penyaluran Anda akan membantu mencapai optimalisasi pengumpulan zakat secara kuantitas, sekaligus dapat menjamin program-program penyaluran zakat kepada mustahik yang telah dibuat lembaga-lembaga tersebut lebih simultan, lebih terasa manfaatnya, dan diharapkan dapat mengubah status para mustahik menjadi muzakki. Mudah-mudahan kita mampu belajar istiqomah menjadikan derma sebagai salah satu gaya hidup kita dan semoga berderma mampu menjadi salah satu transportasi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.

            Wallahu ‘Alam bish Showab
            Semoga bermanfaat

Hendri Wijaya
Bachelor of Islamic Economics from Faculty of Sharia and Law (muamalat.fsh.uinjkt.ac.id)
Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta (www.uinjkt.ac.id)
Graduate Student of Master Program in Sharia Management
Graduate School of Management and Business (www.mb.ipb.ac.id)
Bogor Agricultural University (www.ipb.ac.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar